Dalam rangka memperingati Hari Kanker Sedunia pada 4 Febuari, Yayasan Kanker Indonesia (YKI) mengajak masyarakat untuk bergerak aktif dalam meningkatkan pemahaman mengenai salah satu penyakit yang paling mematikan di dunia, yaitu kanker.
Dalam dua dasawarsa terakhir, menurut Union for International Cancer Control (UICC) terdapat 21,7 juta orang yang terkena kanker secara langsung, sehingga upaya pencegahannya pun harus dilakukan secara bersama-sama, karena kanker dapat menyerang siapa saja. Mengingat kebanyakan pasien yang datang berobat ke rumah sakit baru mendeteksi kanker yang dideritanya ternyata sudah berada pada stadium lanjut.
Terlebih jika pasien tersebut juga lebih mempercayai mitos-mitos seputar kanker yang tidak terbukti kebenarannya dan menyebabkan kondisinya semakin memburuk.
“Kami mengajak masyarakat secara bersama-sama untuk meningkatkan pengetahuan dan kepedulian terhadap penyakit kanker, juga dengan pencegahan dan penanganannya baik untuk penderita kanker maupun untuk orang-orang di sekelilingnya,” ujar Prof. DR. dr. Aru Wicaksono Sudoyo, SpPD, KHOM, FACP, Ketua YKI.
Ia menambahkan yang sering menjadi masalah ketika banyak pasien yang lebih sering mendengar perkataan orang ketimbang perkataan dokter sehingga penanganannya menjadi terlambat. “Seperti obat-obat herbal untuk pengobatan kanker seperti itu masih tidak terbukti. Tetapi kalau untuk obat pendamping saja bisa namun masih tetap harus dibuktikan,” ujarnya.
Beberapa tahun belakangan juga merebak bahwa ada buah-buahan yang dapat mengalahkan sel kanker. Hal itu memang pernah ada penelitiannya karena dilakukan pada sel kankernya saja, bukan pada sel kanker yang berada di dalam tubuh manusia sehingga penelitian tersebut belum cukup relevan.
Profesor Aru mengatakan bahwa untuk mencegah penyakit kanker tidak ada yang lebih tepat selain mengedukasi masyarakat dengan pengetahuan gaya hidup sehat dan deteksi dini sehingga pengobatan dan angka kesembuhan menjadi lebih tinggi.
“Jadi angka kanker di Indonesia bisa diturunkan dengan peningkatan pengetahuan hidup sehat, angka kematian akibat kanker bisa diturunkan dengan deteksi dini. Diperlukan juga orang yang punya pengetahuan untuk merawat orang yang menderita kanker karena dokter dan perawat tidak bisa membantu setiap saat kalau dirawat di rumah , tetapi bisa dilakukan oleh keluarga,” tutupnya. gma/R-1
Jangan Gampang Percaya Mitos
Terkait masalah penyakit kanker, banyak beredar seputar mitos-mitos kanker yang masih diragukan kebenarannya. Alih-alih bertambah baik, mitos tersebut justru dapat memperburuk kondisi pasien. “Masyarakat dihimbau untuk tidak begitu saja percaya tentang mitos seputar kanker yang banyak beredar, alih-alih menyembuhkan, justru dapat memperburuk kondisi pasien kanker. Segera lakukan konsultasi dengan dokter untuk deteksi kanker sejak dini,” ungkap Profesor Aru.
Yang paling banyak beredar di masyarakat adalah mitos bahwa mengonsumsi mi instan dapat menyebabkan kanker. Hal tersebut ternyata tidak benar karena hingga saat ini tidak ada penelitian yang membuktikan bahwa mi instan dan kandungan MSG yang ada di dalamnya dapat menyebabkan kanker. Tidak hanya itu saja, terdapat mitos lainnya yang menyebar di masyarakat, sebagai berikut:
1. Superfood dapat mengobati kanker
Buah beri, akar bit, brokoli, bawang putih, teh hijau, dan superfood lainnya dipercaya dapat mengobati penyakit kanker namun hal itu tidak benar. Superfood dapat dikonsumsi untuk mencegah kanker jika diterapkan menjadi kebiasaan makan dan gaya hidup sehat. Profesor Aru mengatakan bahwa penting untuk memperhatikan tiga komponen utama dalam hidup sehat, yaitu menjaga berat badan ideal, olah raga teratur, dan mengikuti diet atau pola makan sehat. “Kalau ketiga itu bisa dilakukan maka dapat mengurangi 35 persen risiko terkena penyakit kanker,” ujarnya.
2. Biopsi dapat membuat tumor menjadi ganas
Banyak orang akan menolak pemeriksaan biopsi terhadap tumor yang dimilikinya karena dikhawatirkan benjolan tersebut akan menjadi kanker. Padahal antara tumor dan kanker, keduanya memiliki entitas yang berbeda. Sehingga benjolan yang jinak atau tumor jinak tidak akan berubah menjadi ganas karena dilakukan biopsi.
Tumor jinak akan terus menjadi tumor jinak. Sementara itu, kanker tidak akan bisa diobati bila tidak diketahui jenisnya. Maka dari itu, pentingnya melakukan biopsi untuk mengetahui sekiranya jenis kanker yang diderita sehingga dapat segera dilakukan langkah selanjutnya.
3. Memakan makanan yang dibakar dapat memicu kanker
Beberapa makanan tertentu seperti daging merah dalam suhu yang tinggi hingga menimbulkan arang pada dagingnya dapat memicu perubahan yang membentuk zat karsinogen yang dapat memicu kanker. “Daging merah itu seperti daging kambing, sapi. Kalau ayam dan ikan, tidak,” ujar Profesor Aru.
Untuk mengonsumsi daging steak juga dianjurkan lebih baik dalam keadaan medium rare daripada well done. Hal tersebut dikarenakan daging well done berpotensi terlalu matang sehingga ditakutkan akan membentuk zat karsinogen dalam daging tersebut.
4. Pengobatan kanker lebih merusak daripada menyembuhkan
Pengobatan terhadap penyakit kanker seperti kemoterapi, radioterapi, ataupun melakukan bedah, adalah perawatan yang serius. Efek sampingnya cenderung kuat terutama kemoterapi dikarenakan pengobatan yang diciptakan untuk menghancurkan sel kanker dapat juga mengganggu sel-sel lainnya yang sehat, seperti semisalnya pada sistem pembentukan darah yang dapat digunakan untuk pembentukan sel darah putih dan akar rambut. Sehingga saat melakukan kemoterapi tubuh cenderung lebih lemah dan rambut banyak yang rontok.
Pada kanker stadium awal, kemoterapi dan radioterapi masih diharapkan dapat menyembuhkan sel kanker yang belum terlalu menyebar ke organ-organ tubuh lainnya. Sementara pada stadium yang lebih tinggi, kedua terapi itu masih bermanfaat untuk meringankan penderitaan pasien dan mempertahankan kualitas hidup.
Dengan teknologi yang terus berkembang, saat ini pun sudah terdapat pengobatan terbaru untuk kanker, yaitu immunotherapy dan terapi bertarget, yang keduanya hanya akan menghancurkan sel kanker tanpa menghancurkan sel-sel normal lainnya. Namun pengobatan ini masih cenderung mahal dan belum banyak tersebar di Indonesia. gma/R-1
Baca Kelanjutan Ubah Gaya Hidup Publik dengan Edukasi - Koran Jakarta : http://ift.tt/2DHIw8c
Bagikan Berita Ini
0 Response to "Ubah Gaya Hidup Publik dengan Edukasi - Koran Jakarta"
Post a Comment